Langkah Tidak Sempurna Apple dalam Persaingan AI

Pernah ada suatu waktu di mana Apple mendominasi industri teknologi dengan perangkat-perangkat revolusionernya dan estetika desain unik mereka. Baik itu smartphone maupun personal computer, Apple telah menjadikan dirinya sebagai patokan mutlak yang susah dicapai pesaing.

Sesungguhnya, waktu tersebut belum begitu lama ini berlalui. Apalagi, imej Apple masih amat solid dan tetap memegang posisi sebagai brand yang bergengsi. Most Valuable Brand Hingga tahun 2025. Namun, dibalik prestasi itu, Apple sebenarnya merasa cemas. Perusahaan ini telah tertinggal cukup banyak dari kompetitor mereka dalam persaingan yang seringkali menjadi headline berita utama saat ini: kecerdasan artificial atau AI. artificial intelligence /AI).

Ketika perusahaan-perusahaan seperti Google, OpenAI, dan Amazon sudah merombak bagaimana manusia melakukan pekerjaan, mencari informasi, dan membuat konten, pendekatan kecerdasan buatan (AI) Apple malah kurang tegas. Alih-alih menjadi pemimpin, Apple bahkan kesulitan untuk menyusuri jejak para pesaingnya. Hal tersebut sangat tampak dalam serangkaian tantangan yang dialami oleh asisten virtual Siri beserta penundaan berkelanjutan pada peluncuran Apple Intelligence, yaitu sekumpulan fitur berbasiskan AI milik mereka.

Pada awal 2025, memo internal Apple tentang versi terbaru Siri tersebar luas. Menurut laporan Macworld , dalam memo itu, performa Siri disebut “buruk dan memalukan” karena tingkat kesalahannya, dalam beberapa skenario, mencapai 30 persen. Di sisi lain, para pesaing macam Google dan Amazon sukses mengintegrasikan AI dalam ekosistemnya, nyaris tanpa rintangan.

Yang dihadapi Apple tidak sekadar ketinggalan dalam hal teknologi. Ini merupakan narasi mengenai suatu perusahaan yang masih berjuang untuk menyelaraskan nilai-nilainya serta prinsip-prinsip etisnya dengan kecepatan tinggi permintaan pasar yang terus berkembang.

"Bahkan kebijakan privasi Apple yang terkenal sangat ketat—yang selalu menjadi daya tarik utama perusahaan—kini telah menjadikannya hambatan di tengah persaingan industri AI yang semakin sengit," seperti yang ditegaskan oleh Financial Times dan The Verge .

Dua Problema Utama

Sejak bertahun-tahun silam, Siri sudah dikenal sebagai asisten yang handal. Dalam melakukan tugas seperti mengatur jamAlarm, mengirim pesan teks, serta memutarkan lagu favorit, Siri selalu dapat melakukannya tanpa kendala besar. Tetapi, dengan kemajuan cepat teknologi kecerdasan buatan di penghujung tahun 2022, hasil dari Siri mulai tampak ketinggalan zaman.

Dari situ Apple berupaya merespons dengan menggulirkan proyek rahasia baru yang bertujuan membangun ulang fondasi Siri, lalu mengintegrasikannya dengan sesuatu yang disebut Apple Intelligence. Harapannya, respons dari Siri bisa lebih cerdas dan terutama tidak buta akan konteks.

Sayangnya, mengutip dari laporan Bloomberg ", " Integrasi dari model bahasa skala besar ( large language models /LLMs) ke sistem Siri tidak berjalan mulus, banyak mengandung kesalahan, dan acap kali mengalami penundaan.” Menurut kesaksian para insinyur, kapabilitas generatif Siri terdengar canggung, terpatah-patah, dan rentan eror. Dari sinilah angka kesalahan 30 persen itu berasal.

Arsitektur Siri memang sudah cukup tua dan, memang, awalnya ia didesain hanya untuk merespons perintah sederhana dengan struktur yang sudah ditentukan. Arsitektur ini tidak dirancang untuk menangani sifat dari AI generatif yang kaya akan konteks dan sulit diprediksi. Selagi problem dasar berupa arsitektur belum ditangani, Apple berusaha mengintegrasikan LLMs kepada Siri. Akan tetapi, tentu saja hasilnya jauh dari kata memuaskan.

Tak seperti produsen AI generatif lain, yang sudah mengundang decak kagum dan bahkan dianggap sebagai ancaman bagi pekerjaan masa depan manusia, untuk menjalankan tugas sesimpel memarafrasa catatan pengguna atau menulis pos-el sederhana saja Siri masih kesulitan.

Hambatan Kultural

Di sana tersimpan masalah yang lebih dalam. Sebagai sebuah perusahaan yang mengejar keunggulan sempurna, Apple telah membuktikan dirinya sebagai entitas dengan nilai pasar tertinggi sampai tahun 2025. Barang-barang buatannya tak hanya nyaman dipakai, tapi juga memiliki desain eksklusif serta simbolis yang mencolok.

Celakanya, obsesi Apple akan kesempurnaan ini berbenturan dengan spirit pengembangan AI generatif yang menjunjung tinggi kecepatan pembaruan. Tidak ada kata “sempurna” dalam pengembangan AI, termasuk AI generatif, karena sampai kapan pun akan selalu ada pembaruan-pembaruan yang harus segera diperkenalkan agar satu pengembang memiliki keunggulan komparatif ketimbang para pesaingnya.

Dalam laporan The Verge , insinyur senior Apple, Craig Federighi, secara gamblang menyebut bahwa penundaan pembaruan Siri diputuskan karena Apple merasa produk yang mereka miliki belum memenuhi standar perusahaan. Di satu sisi, Apple memang punya reputasi yang mesti terus dijaga. Akan tetapi, di sisi lain, kehati-hatian justru membuat mereka makin tertinggal.

Selain soal kesempurnaan, obsesi pada privasi juga membuat Apple kesulitan bersaing di ranah AI . Model AI generatif, khususnya LLMs, bergantung pada perpindahan data dalam jumlah besar serta komputasi berbasis awan untuk terus belajar dan beradaptasi sehingga mampu memberikan interaksi berkualitas dengan pengguna.

Perusahaan-perusahaan seperti Google dan Meta sudah menyempurnakan model-model bahasa besar menggunakan ekosistem berisi banyak sekali data sebagai input. real time Ini memungkinkan mereka menciptakan model yang semakin canggih dan terdengar lebih alami seiring waktu karena memiliki pemahaman kontekstual yang sangat baik.

Sebaliknya, Apple tetap tenang mengenai masalah kepemilikan data. Oleh karena itu, bukan memberikan informasi data secara konstan, sistem kecerdasan buatan (AI) pada perusahaan tersebut dirancang agar dapat bekerja hampir tanpa adanya interaksi dengan lingkungan eksternal. Meskipun memastikan privasi dan perlindungan data pelanggan Apple menjadi prioritas utama, hal ini juga berarti bahwa teknologi AI dari Apple cenderung kurang diperbarui dibandingkan kompetitornya.

Mau tak mau, Apple pun mesti bergantung pada penyedia pihak ketiga, baik OpenAI maupun Gemini, untuk menyediakan pengalaman AI generatif bagi penggunanya. Bagi Apple, itu tampak sebagai win-win solution karena mereka bisa tetap menyediakan AI generatif tanpa mengompromikan privasi pengguna. Namun, apakah ini bakal dianggap cukup memuaskan dalam jangka panjang? Belum tentu.

Saham yang Anjlok dan Masa Depan Perusahaan

Kelemahan yang ditunjukkan Apple dalam perlombaan AI ini membuat bursa saham Wall Street mulai kehilangan kepercayaan. Dalam setahun ke belakang, nilai saham Apple anjlok hingga 20 persen. Berbagai firma kenamaan, seperti Jefferies , Needham , dan BofA telah mengurangi peringkat saham Apple. Semua mereka cemas tentang ketinggalan Apple dalam persaingan teknologi AI.

Semua itu semakin diperburuk oleh ketidakmampuan Apple untuk menarik perhatian di WWDC 2025. Memang, Apple telah menyatakan beberapa inovasi terbaru mereka. pembaruan di segala bidang , mulai dari desain hingga tampilan perangkat lunak. Akan tetapi, pengumuman terkait AI justru merupakan kabar buruk. WWDC 2025 adalah momen ketika Apple secara resmi mengumumkan penundaan pembaruan AI Siri.

Meski demikian, kabar buruk tersebut tidak serta merta berarti kiamat bagi Apple. Gene Munster dari Deepwater Asset Management menyebut, ada dua faktor yang membuat Apple masih memiliki waktu untuk membenahi strategi AI-nya.

Pertama, soal jumlah dan loyalitas pengguna. Menurut Munster, hampir semua pengguna Apple punya lebih dari satu (tepatnya 1,7) perangkat dan menggunakan lebih dari satu (tepatnya 1,5) layanan. Kedua, menurut Munster, layanan AI yang eksis di luar ekosistem Apple belum mampu menggugah para pengguna untuk berpaling sepenuhnya.

“Perangkat yang benar-benar berbasis AI saat ini belum ada. Kalaupun ada, masih dalam tahap pengembangan. Sederhananya, teknologinya memang belum sampai ke arah sana. Tekanan saat ini justru ada pada Jony Ive (eks desainer Apple) dan Sam Altman (CEO OpenAI) yang katanya berencana memperkenalkan perangkat tersebut tahun depan. Perangkat itulah yang nantinya bakal menentukan masa depan Apple,” ujar Munster, dikutip dari 9 to 5 Mac .

Pendek kata, menurut Munster, Apple masih punya waktu sekitar 1-2 tahun lagi untuk "kembali ke jalan yang benar". Dalam dunia teknologi, 1-2 tahun bisa menjadi sangat lama sekaligus terlampau cepat. Keterlambatan selama satu tahun jelas masuk dalam kategori sangat lama karena, sejak 2019, kemampuan AI selalu berlipat ganda setiap tujuh bulan sekali.

Akan tetapi, jika para insinyur di Apple mendapatkan waktu sekitar 1 sampai 2 tahun untuk mengimbangi kesenjangan dan dapat menggunakan seluruh potensi dari ekosistim yang dimiliki — termasuk sinergi antara perangkat keras dan catatan baik dalam hal privasi — maka mereka memiliki peluang besar untuk merebut posisi puncak lagi.

Masalah utamanya bukan pada kecakapan para insinyur, tetapi obsesi Apple akan ketepatan sempurna beserta niatnya untuk mengambil langkah mundur. Jika posisi pemimpin perusahaan itu sekadar berubah sedikit, tidak menutup peluang bagi Apple untuk langsung bangkit dan keluar dari situasi sulit saat ini.

Belum ada Komentar untuk "Langkah Tidak Sempurna Apple dalam Persaingan AI"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel