Madani dan Pantau Gambut Catat Kenaikan Karhutla Akibat Aksi Korporasi

Penyebab Karhutla yang Terus Meningkat
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada tahun ini menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Dua lembaga, Madani Berkelanjutan dan Pantau Gambut, menyatakan bahwa kejadian tersebut sebagian besar disebabkan oleh aktivitas perkebunan monokultur berskala besar di area konsesi korporasi. Hal ini berbeda dengan pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menyebut cuaca panas ekstrem sebagai salah satu faktor utama penyebab karhutla.
Dari Januari hingga Agustus 2025, Madani Berkelanjutan mencatat Area Indikatif Terbakar (AIT) mencapai 218 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, 212 ribu hektare di antaranya berada di lokasi yang tidak pernah terbakar sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa karhutla semakin meluas dari tahun ke tahun.
GIS Specialist Madani Berkelanjutan, Fadli Naufal, menjelaskan bahwa pola kebakaran tahun ini tidak jauh berbeda dengan dua tahun sebelumnya. Meskipun di bulan Agustus angka kebakaran lebih rendah, puncak musim kemarau tetap membawa risiko tinggi. Ia menegaskan bahwa kebakaran bisa terjadi kapan saja selama musim kemarau.
Tren karhutla bervariasi antarwilayah. Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan akumulasi area terbakar terluas, sementara Kabupaten Sanggau mencatat angka tertinggi di tingkat kabupaten. Secara umum, AIT Januari–Agustus 2025 cenderung menurun di enam dari 10 provinsi dengan area terbakar terluas. Namun, di Kalimantan Barat, NTT, NTB, dan Bangka Belitung, angka AIT justru meningkat secara konsisten sejak Juni hingga Agustus 2025.
Faktor konsesi juga berperan penting dalam peningkatan karhutla. Pada periode yang sama, Madani Berkelanjutan menemukan AIT seluas 89.330 hektare berada dalam konsesi HGU sawit, migas, minerba, dan PBPH di berbagai wilayah. Sementara itu, Pantau Gambut mencatat 9.336 titik api di area HGU dan PBPH.
Data ini menunjukkan bahwa jumlah kebakaran pada 2025 lebih tinggi dibanding 2023, meski tahun lalu terjadi fenomena El Nino. Pada Juli 2025, Madani Berkelanjutan mencatat 99.099 hektare area terbakar, hampir dua kali lipat dari Juli 2023 yang mencapai 53.973 hektare. Pantau Gambut juga menemukan 13.608 titik panas di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) pada Juli 2025, naik hampir empat kali lipat dari Juli 2023 yang hanya 3.157 titik panas.
PT Sumatera Riang Lestari (SRL) disebut sebagai pemegang konsesi PBPH dengan luasan karhutla terbesar di KHG pada Juli 2025, yakni 4.787 hektare. Perusahaan ini diketahui termasuk salah satu perusahaan yang disegel Kementerian Lingkungan Hidup pada akhir Juli lalu karena maraknya karhutla di Riau.
Juru Kampanye Pantau Gambut, Putra Saptian, mengkritik pernyataan pemerintah. Menurutnya, klaim tentang cuaca ekstrem sebagai penyebab karhutla adalah ungkapan yang keliru. Ia menilai pernyataan ini seakan membenarkan praktik yang salah dari korporasi yang beroperasi di area KHG.
Putra menegaskan bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada perlindungan ekosistem gambut dan melakukan penegakan hukum yang adil. Banyak perusahaan yang telah mengonversi lahan gambut, sehingga menjadi penyebab utama karhutla. Jika Menteri Kehutanan terus mengkambinghitamkan cuaca sebagai sumber karhutla, maka hal ini akan melepas tanggung jawab pemerintah dalam mencegah kejadian serupa di masa depan.
Belum ada Komentar untuk "Madani dan Pantau Gambut Catat Kenaikan Karhutla Akibat Aksi Korporasi"
Posting Komentar