Pantau Gambut, Peringatkan Bahaya Karhutla di Puncak Musim Kemarau

Featured Image

Kebakaran Hutan dan Lahan Masih Menjadi Ancaman Serius di Indonesia

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menjadi isu besar yang mengancam Indonesia pada tahun 2025. Data dari Pantau Gambut menunjukkan bahwa pola kerawanan kebakaran terus muncul, terutama menjelang puncak musim kemarau yang diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025. Juma Maulana, data analyst dari Pantau Gambut, menyampaikan bahwa jumlah titik api yang terpantau meningkat sejak Juli lalu.

“Kami khawatir karena puncak musim kemarau masih ada dua bulan lagi. Titik api yang kami pantau sangat banyak,” ujarnya dalam wawancara dengan media di Kantor Pantau Gambut, Jakarta, Senin, 15 September 2025.

Menurut catatan Pantau Gambut, kebakaran lahan gambut sering terjadi dengan pola yang sama setiap kali siklus El Nino muncul. Pada 2015, sekitar 1,3 juta hektare lahan gambut terbakar. Pada 2019, saat El Nino kembali muncul, luas area yang terbakar mencapai 700 ribu hektare. Sementara pada 2023, luas lahan yang terbakar mencapai sekitar 500 ribu hektare.

“Polanya sama. Dalam 2015 dan 2019, sekitar 50 persen kebakaran terjadi di kesatuan hidrologis gambut (KHG). Bayangkan jika 1,3 juta hektare lahan gambut terbakar pada 2015, maka total luas kebakaran di seluruh Indonesia bisa mencapai hampir 3 juta hektare,” katanya.

Juma juga menjelaskan bahwa berdasarkan kajian tahun 2023, terdapat sekitar 16 juta hektare lahan gambut yang sangat rentan terhadap kebakaran. “Data ini diperbaharui setiap kali ada siklus El Nino,” ujarnya. Wilayah paling rentan adalah Kalimantan dan Sumatera. Namun, ia mengkhawatirkan Papua akan mengalami hal yang sama karena saat ini sedang terjadi pembukaan lahan yang masif.

Perbedaan Puncak Kekeringan di Berbagai Wilayah

Kondisi kemarau 2025 menunjukkan perbedaan puncak kekeringan di beberapa wilayah. Riau dan Kalimantan Barat sudah dilanda kebakaran besar sejak Juli, sementara Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah diperkirakan menghadapi puncak kemarau pada September hingga Oktober.

“Kerusakan lahan gambut berpotensi menyebabkan karhutla di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada September dan Oktober 2025,” kata Juma.

Ia juga menambahkan bahwa prediksi titik panas di KHG pada periode tersebut diproyeksikan menurun. Meskipun demikian, ia tetap mengingatkan bahwa kondisi gambut yang rusak dan kering sangat rentan terbakar. Terutama di daerah seperti Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah yang memiliki banyak gambut yang telah terdegradasi.

Kejanggalan dalam Pola Musim Kemarau

Selain itu, Juma menyoroti adanya anomali atau kejanggalan dalam pola musim kemarau. Meski Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut 2023 dan 2025 sebagai tahun kemarau basah, kebakaran besar tetap terjadi, terutama di Riau dan Kalimantan Barat.

“Ini ada pertanyaan besar, apakah ini disengaja? Apakah ada faktor lain yang membuat gambut tetap terbakar meski disebut kemarau basah?” tanyanya.

Pantau Gambut menemukan sejumlah titik kebakaran berada di area konsesi perusahaan. Hal ini memperkuat kekhawatiran bahwa ada faktor-faktor eksternal yang turut memengaruhi tingginya risiko kebakaran lahan gambut.

Belum ada Komentar untuk "Pantau Gambut, Peringatkan Bahaya Karhutla di Puncak Musim Kemarau"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel